Pendidikan
menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan
kualitas SDM. Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan
dari seluruh sektor pembangunan. Pembangunan semata-mata hanya beruang lingkup
pembangunan material atau pembangunan fisik berupa gedung, jembatan, pabrik dan
lain-lain.
Persepsi yang keliru tentang arti pembangunan, yang menganggap
bahwa pembangunan itu hanya semata-mata pembangunan material dapat berdampak
menghambat pembangunan sistem pendidikan, karena pembangunan itu semestinya
bersifat komprehensif yaitu mencakup pembangunan manusia dan lingkungannya.
A.
Esensi
Pendidikan dan Pembangunan Serta Titik Temunya
Pembangunan adalah suatu usaha yang memiliki kejelasan tujuan ,
dilakukan secara terencana serta memiliki dasar atau ideologi tertentu.
Menurut paham umum kata pembangunan
lazimnya di asosiasikan dengan pembangunan ekonomi dan industri yang
selanjutnya diasosiasikan dengan dibangunnya pabrik-pabrik, jalanan, jembatan sampai dengan pelabuhan, alat transportasi,
komunikasi, dan sejenisnya. Kondisi demikian justru menimbulkan gejala penyerta
yang negatif, antara lain: kegoncangan sosial politik karena kesengsaraan masyarakat,
seperti dialami oleh negara-negara Pakistan akhir-akhir ini meningkatnya angka
pengangguran dan kemelaratan seperti dialami oleh Malaysia dan beberapa negara
yang lain.
Gambaran di atas itu menunjukkan bahwa
pembangunan dalam arti yang terbatas pada bidang ekonomi dan industri saja
belumlah menggambarkan esensi yang sebenarnya dari pembangunan, jika
kegiatan-kegiatan tersebut belum dapat mengatasi masalah yang di hakiki yaitu
terpenuhinya hajat hidup dari rakyat banyak material dan spritual.
Pembangunan ekonomi dan industri mungkin
dapat memenuhi aspek-aspek tertentu dari kebetuhan, misalnya kebutuhan akan
sandang, pangan, dan papan, tetapi mungkin tidak untuk kebutuhan spritual yang
lain.
Di sini terlihat, bahwa esensi pembangunan
bertumpu dan berpangkal dari manusianya, bukan pada lingkungannya. Pembangunan
berorientasi pada pembunuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya
sebagai manusia. Pembangunan yang terarah kepada pemenuhan hajat hidup manusia
sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang dapat meningkatkan martabatnya
sebagai manusia. Peningkatan martabat manusia selaku manusia yang menjadi
tujuan final dari pembangunan. Tegasnya pembangunan apa pun jika berakibat
mengurangi nilai manusiawi berarti keluar dari esensinya.
Hakikat pembangunan nasional adalah
pembangunan manusia Indonesia. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa yang
menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya, yaitu dapatnya dipenuhi
hidup, jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan
makhluk religius, agar dengan demikian dapat meningkatkan martabat sebagai
makhluk.
Jika pembangunan bertolak dari sifat
hakikat manusia, berorientasi kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai
dengan kodratnya sebagai manusia maka dalam ruang gerak pembangunan, manusia
dapat dipandang sebagai “objek” dan sekaligus juga sebagai “subjek”
pembangunan.
Manusia sebagai sasaran pembangunan,
wujudnya di ubah dari keadaan yang msih bersifat “potensial” ke keadaan
“aktual”.
Fuad Hasan menyatakan: “Manusia adalah
mkhluk yang bertentangan antara “potensi” dan “aktualisasi”. Di antara dua
kutub itu bertentangan upaya pendidikan. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa
pendidikan berperan mengembangkan yaitu menghidup suburkan potensi-potensi
“kebaikan” dan sebaliknya mengerdilkan potensi-potensi “kejahatan”.
Potensi-potensi kebaikan yang perlu
dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan
menerima kenyataan, berpendirian, rasa bebas yang bertanggung jawab, kejujuran,
toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan bekerja sama, menerima
melaksanakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain, dan
seterusnya.
Di sini jelas betapa urgennya peranan
pendidikan itu yang memungkinkan berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi
dari naluri menjadi nurani, sehingga manusi menjadi sumber daya atau modal
utama pembangunan manusiawi.
Manusia di pandang sebagai “subjek”
pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya menggarap lingkungannya
secara dinamis, dan kreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun
lingkungan sosial/spritual. Perekayasaan terhadap lingkungan ini lazim di sebut
pembangunan.
Jadi pendidikan mengarah ke dalam diri
manusia, sedang pembangunan mengarah keluar yaitu kelingkungan sekitar manusia.
Jika pendidikan dan pembangunan dilihat
sebagai suatu garis proses, maka keduanya merupakan suatu garis yang terletak
kantinu yang saling mengisi. Proses pendidikan pada satu garis menempatkan
manusia sebagai titik awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan, yaitu
pembangunan yang dapat memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat
martabat manusia sebagai makhluk. Bahwa hasil pendidikan itu menunjang hasil
pembangunan, juga dapat dilihat korelasinya dengan meningkatkan kondisi sosial
ekonomi peserta didik yang mengalami pendidikan.
Kiranya jelas bahwa hasil pendidikan
dapat menunjang pembangunan dan sebaliknya hasil pembangunan dapat menunjang
usaha pendidikan. Jelasnya, suatu masyarakat yang makmur tentu lebih dapat
membiayai penyelenggaraan pendidikannya ke arah yang lebih bermutu.
Uraian di atas menunjukkan “status”
pendidikan dan pembangunan masing-masing dalam esensi pembangunan serta antar
keduanya.
1. Pendidikan
merupakan usaha ke dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha ke
luar dari diri manusia.
2. Pendidikan
menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil
pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana, dan
seterusnya).
B.
Sumbangan
Pendidikan pada Pembangunan
Jika ditilik secara seksama tidak dapat dipungkiri
bahwa andil yang diberikan oleh pendidikan pada pembangunan sungguh-sungguh
sangat besar. Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada
beberapa segi:
a)
Segi sasaran.
b)
Segi lingkungan.
c)
Segi jenjang
pendidikan.
d)
Segi pembidangan kerja
atau sektor kehidupan.
1.
Segi
Sasaran Pendidikan
Pendidikan
adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia
yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra
manusia pendidikan adalah terwujudnya citra manusia yang dapat menjadi sumber
daya pembangunan manusiawi.
2.
Segi
Lingkungan Pendidikan
Klasifikasi
ini menunjukkan peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem.
Lingkungan keluarga (pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan
formal), lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam system
pendidikan pra-jabatan dan dalam jabatan.
1)
Lingkungan Keluarga
Di dalam keluarga anak
di latih berbagai kebiasaan baik tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kecekatan, kesopanan, moral, dan hal-hal yang bersifat religius. Kebiasaan baik
dan keyakinan-keyakinan penting yang mendarah daging merupakan landasan yang
sangat diperlukan untuk pembangunan.
2)
Lingkungan Sekolah
Di lingkungan sekolah
(pendidikan formal), peserta didik dibimbing untuk memperluasbekal berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bekal yang dimaksud baik berupa bekal dasar maupun bekal lanjutan.
Kedua macam bekal tersebut dipersiapkan secara formal dan berguna sebagai
sarana penunjang pembangunan di berbagai bidang.
3)
Lingkungan Masyarakat
Di lingkungan
masyarakat (pendidikan nonformal), peserta didik memperoleh bekal praktis untuk
berbagai jenis pekerjaan, khususnya merekan yang tidak sempat melanjutkan
proses belajarnya melalui jalur formal. Pada masyarakat kita (sebagai
masyarakat yang berkembang), sistem pendidikan nonformal mengalami perkembangan
yang pesat. Hal ini bertalian erat dengan semakin berkembangnya sektor swasta
yang menunjang pembangunan. Hal demikian dapat dipandang sebagai upaya untuk
menciptakan kestabilan nasional.
3.
Segi
Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan dimulai dari jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah (SM), dan pendidikan tinggi (PT) yang
dapat memberikan bekal kepada para peserta didik secara bersinambungan.
Pendidikan dasar merupakan basic education yang memberikan bekal dasar bagi
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan pada tingkat menengah memberikan
dua macam bekal yaitu memb ekali peserta didik yang ingin melanjutkan ke
pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja bagi peserta didik yang tidak
melanjutkan sekolah (SMTA). Pendidikan tinggi (PT) memberikan bekal kerja
keahlian menurut bidang tertentu.
4.
Segi Pembidangan Kerja Atau
Sektor Kehidupan
Pembidangan kerja menurut sektor
kehidupan meliputi antara lain: bidang ekonomi, hukum, social politik,
keuangan, perhubungan, dan komunikasi, pertanian, pertambangan, pertanahan, dan
lain – lain. Pembangunan sektor kerja tersebut dapat diartikan sebagai
aktivitas, pembinaan, pengembangan, dan pengisian bidang – bidang kerja
tersebut agar dapat memenuhi hajat hidup warga Negara sebagai suatu bangsa
sehingga tetap jaya dalam kancah kehidupan antara bangsa – bangsa di dunia.
Sumbangan pendidikan pada
pembangunan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada
langkah pertama, pendidikan menyiapkan manusia sebagai sumber daya pembangunan.
2. Pada
instansi terakhir, manusialah yang menjadi kunci pembangunan.
3. Pendidik
memegang peranan penting karena merekalah yang menciptakan manusia pencipta
pembangunan.
C. Pembangunan Sistem
Pendidikan Nasional
Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya (
cultureel nasional ) dan ditunjukkan untuk keperluan peri-kehidupan atau (
maatschap pelijk) yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar
dapat bekerja bersama- sama dengan lain- lain bangsa untuk kemuliaan segenap
manusia di seluruh dunia.
Pada bagian ini akan dikemukakan dua hal, yaitu:
1.
Mengapa
sistem pendidikan harus dibangun.
2.
Wujud
pembangunan sistem pendidikan.
1.
Mengapa
Sistem Pendidikan Harus Dibangun
Setiap pendidikan selau berurusan dengan manusia karena hanya
manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (demikian menurut
Langeveld). Bayi hanya akan menjadi manusia jika melalui pendidikan. Sedangkan
manusia adalah satu-satunya makhluk yang dikaruniai potensi untuk selalu
menyempurnakan diri. Padahal kesempurnaan itu sendiri adalah suatu kondisi yang tak akan kunjung dapat dicapai oleh manusia.
Adalah logis jika sistem pendidikan yang merupakan sarana bagi
manusia untuk mengantarkan dirinya menuju kepada kesempurnaan yang perlu juga
disempurnakan.
Di samping itu, pengalaman manusia juga berkembang. Itulah sebabnya
mengapa sistem pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk
menemukan jawaban atas teka-teki mengenai dirinya, juga selalu disempunakan.
Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu sistem
pendidikan harus berubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai an agent of
social change (agen perubahan sosial) tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga kependidikannya mau tidak mau
harus disesuaikan dengan tuntunan baru tersebut.
2.
Wujud
Pembangunan Sistem Pendidikan
Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu
sama lainbertalian erat, yaitu:
Ø Aspek filosofis dan keilmuan
Ø Aspek yuridis atau perundang-undangan.
Ø Struktur
Ø Kurikulum yang meliputi materi, metodologi, pendekatan, orientasi.
a)
Hubungan
Antar Aspek-Aspek
Aspek
filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi butir-butir yang lain,
karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang lain. Artinya, struktur
pendidikan, kurikulum, dan lain-lain yang itu harus mengacu kepada aspek
filosofis, aspek keilmuan, dan aspek yuridis.
Meskipun
aspek filosofis itu menjadi landasan tetapi tidak harus diartikan bahwa setiap
terjadi perubahan filosofis dan yuridis harus diikuti dengan perubahan
aspek-aspek yang lain itu secara total.
b)
Aspek
Filosofis Keilmuan
Aspek
filosofis berupa penggarapan tujuan nasional pendidikan. Rumusan tujuan
nasional yang tentunya memberikan peluang bagi pengembangan sifat hakikat
manusia yang bersifat kodrati yang berarti pula bersifat wajar.
Kecuali
filsafat, segi keilmuan juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem
pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh filsafat
itu, sistem pendidikan memerlukan tunjangan dari teori keilmuan.
Jika
struktur pendidikan dan kurikulum diubah dengan maksud agar lebih berdaya guna
untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu ditopang dengan teori-teori yang
handal.pendidikan yang sehat harus merupakan titik temu antara
"teori" dan "praktek", demikian kata J.H. Gunning, "Theorie zonder praktijk is voor genieen,
praktijk zonder theorie is voor gekken en schurken". Teori tanpa
praktek hanya cocok bagi orang-orang pintar, sedangkan praktek tanpa teori
hanya terdapat pada orang gila. (M.J. Langeveld 1965:18)
Dalam
sejarah keilmuan di bidang pendidikan bermunculan karya yang mempunyai pengaruh
besar terhadap pendidikan antara lain "Beknopte
Theoretische Paedagogiek" karya M.J. Langveld, yang pada tahun 1955
sudah lima kali dicetak.
Ph.
Kohnstamin di dalam tulisannya yang berjudul "Persoolijkheid in wording" (pembentukan kepribadian) terdapat
dalam Schepper en Scheppimg (sang
pencipta dan ciptaannya) menggambarkan bagaimana kepribadian yang religiusitu
harus dibentuk.
c)
Aspek
Yuridis
Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai landasan hukum pendidikan sifatnya relative tetap. Hal ini
dimungkinkan oleh karena UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas.
Beberapa pasal melandasi pendidikan, baik yang sifatnya eksplisit (Pasal 31
ayat (1) dan (2); Pasal 32 ) maupun yang implicit (Pasal 27 ayat (1) dan (2);
Pasal 34).
Tetapi
kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru, khususnya kebutuhan akan
penyempurnaan system pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan
baru tersebut.
Undang-Undang
Pendidikan No. 4 Tahun 1950 yang kemudian dikukuhkan kembali sebagai
Undang-Undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 setelah berlangsung 20 tahun atau
sekitar empat pelita, mulai terasa kurang sesuai lagi untuk digunakan sebagai
dasar penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian setelah berlangsung 35 tahun,
tepatnya bulan mei 1989 barulah berhasil diterbitkan Undang-Undang RI No. 2
Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. UU RI No. 2 Tahun 1989 itu telah
mengalami penyempurnaan dalam banyak hal:
a). Isi UU RI No. 20 Tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional (SPN) lebih komprehensif, dalam arti bahwa UU No. 2
Tahun 1989 ini mencakup semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
b). Sifat UU RI No. 2 Tahun1989 lebih
fleksibel. dp. UU No. 4/1950 dan UU No. 22/61. Fleksibilitas ini terlihat dalam
hal-hal seperti:
(1). Masih memberi peluang untuk
dilengkapi dengan peraturan- peraturan pemerintah dan keputusan menteri.
(2). Adanya badan pertimbangan pendidikan nasional
(Bab XIV, pasal 48 )
(3). Adanya tanggung jawab bersama
antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga dalam menyelenggarakan pendidikan.
c). Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989
tidak hanya bersifat mengatur (seperti UU pendidikan yang lalu), tetapi juga memiliki
kekuatan hukum yang bersifat memaksa.
d). UU No. 2 Tahun 1989 lebih
memperhatikan prospek masa depan. UU tersebut bersikap terbuka dalam
mengantisipasi perkembangan masa depan, yang diungkapkan dalam hal-hal berikut
ini:
(1). Adanya tenaga kependidikan yang
beraneka ragamdisamping guru (Bab VII, Pasal 27)
(2). Adanya keharusan bagi setiap satuan
pendidikamuntuk menyediakan dan memanfaatkan sumber belajar (Bab VII, Pasal 35)
(3). Adanya pernyataan bahwa kurikulum
harus menggunakan pendekatan kompetensi (competency based curriculum) dan
memberikan tempat pada pengembangan sains dan teknologi.
d).
Aspek Struktur
Aspek
ini berperan pada upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencakup jenjang
dan pendidikan, lama waktu jenjang belajar dari jenjang satu kejenjang yang
lain, sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.
Terjadinya
perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dapat disebut antara lain :
Pendidikan
guru pada zaman penjajahan Belanda yang disebut CVO(Cursus voor Volks-Onderwijs)
dengan lama studi 2 sesudah sekolah rakyat
(SR) 5 tahun, Normal School, yang lama studinya 4 tahun sesudah SR 5
tahun, setara dngan SGB (Sekolah Guru Bawah)
Kemudian
karena tamatan SPG(nama baru dari SGA) dipandang tidak lagi berkelayakan untuk
mengajar di SD, maka pada tahun 1990 SPG
dihapuskan dan diganti dengan PGSD(Pendidikan guru sekolah dasar) yang
setara dengan D2(Diploma 2), bertaraf akademis dengan masa studi 2 tahun
sesudah SLTA.
Sedangkan
untuk mengajar SLTP dan SLTA sejak tahun
1954 dipersiapkan PTPG( Perguruan Tinggi Pendidikan Guru) yang kemudian berubah
menjadi FKIP (FakultasKeguruan dan Ilmu
Pendidikan) dengan lama studinya 3 tahun (Sarjana Muda) plus 2 tahun
(Sarjana Lengkap).
Pada
tahun 1970-an LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang sebelumnya lama studinya 5 tahun
diredusir menjadi hanya 4 tahun dengan sebutan Strata satu (S1), kemudian lahirlah program S2
(Megister) dan S3 (Doktor Kependidikan).
e). Aspek
Kurikulum
Kurikulum
merupakan sarana pencapaian tujuan. Jika tujuan kurikuler berubah, maka
kurikulum berubah pula. Perubahan yang dimaksud mungkin mengenai materinya,
orientasinya, pendekatan ataupun metodenya. Kurikulum dalam sistem pendidikan persekolahan di negara kita telah mengalami
penyempurnaan-pemyempurnaan dalam perjalannya.
Kurikulum
pada Pra-universitas secara keseluruhan dibenahi sehingga lahir kurikulum 1968.
Tetapi kurikulum ini dianggap belum memeberikan rambu-rambu yang jelas, baik
orientasi maupun pendekatan kurikulumnya. Menjelang tahun 1990 dilenglkapi
dengan muatan lokal dalam kurikulum, yang berlatar belakang pada
tauatan sosial kultural dari derap pembanganan.
Dari
uraian diatas, terlihat betpa perlunya sistempendidikan itu selalu disempurnakan, khususnya dari segi kurikulumnya.
PUSTAKA :
Tirtarahardja,
Umar dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Wahyudin,
H. Dinn dkk. 2004. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka
Ahmadi,
Abu dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
0 komentar:
Posting Komentar