Sabtu, 14 Juni 2014

Pendidikan dan Pembangunan



Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas SDM. Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Pembangunan semata-mata hanya beruang lingkup pembangunan material atau pembangunan fisik berupa gedung, jembatan, pabrik dan lain-lain.
      Persepsi yang keliru tentang arti pembangunan, yang menganggap bahwa pembangunan itu hanya semata-mata pembangunan material dapat berdampak menghambat pembangunan sistem pendidikan, karena pembangunan itu semestinya bersifat komprehensif yaitu mencakup pembangunan manusia dan lingkungannya.

A.                Esensi Pendidikan dan Pembangunan Serta Titik Temunya
Pembangunan adalah  suatu usaha yang memiliki kejelasan tujuan , dilakukan secara terencana serta memiliki dasar atau ideologi tertentu.
Menurut paham umum kata pembangunan lazimnya di asosiasikan dengan pembangunan ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan dengan dibangunnya pabrik-pabrik,  jalanan,  jembatan sampai dengan pelabuhan, alat transportasi, komunikasi, dan sejenisnya. Kondisi demikian justru menimbulkan gejala penyerta yang negatif, antara lain: kegoncangan sosial politik karena kesengsaraan masyarakat, seperti dialami oleh negara-negara Pakistan akhir-akhir ini meningkatnya angka pengangguran dan kemelaratan seperti dialami oleh Malaysia dan beberapa negara yang lain.
Gambaran di atas itu menunjukkan bahwa pembangunan dalam arti yang terbatas pada bidang ekonomi dan industri saja belumlah menggambarkan esensi yang sebenarnya dari pembangunan, jika kegiatan-kegiatan tersebut belum dapat mengatasi masalah yang di hakiki yaitu terpenuhinya hajat hidup dari rakyat banyak material dan spritual.
Pembangunan ekonomi dan industri mungkin dapat memenuhi aspek-aspek tertentu dari kebetuhan, misalnya kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan, tetapi mungkin tidak untuk kebutuhan spritual yang lain.
Di sini terlihat, bahwa esensi pembangunan bertumpu dan berpangkal dari manusianya, bukan pada lingkungannya. Pembangunan berorientasi pada pembunuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Pembangunan yang terarah kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang dapat meningkatkan martabatnya sebagai manusia. Peningkatan martabat manusia selaku manusia yang menjadi tujuan final dari pembangunan. Tegasnya pembangunan apa pun jika berakibat mengurangi nilai manusiawi berarti keluar dari esensinya.
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya, yaitu dapatnya dipenuhi hidup, jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius, agar dengan demikian dapat meningkatkan martabat sebagai makhluk.
Jika pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia, berorientasi kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia maka dalam ruang gerak pembangunan, manusia dapat dipandang sebagai “objek” dan sekaligus juga sebagai “subjek” pembangunan.
Manusia sebagai sasaran pembangunan, wujudnya di ubah dari keadaan yang msih bersifat “potensial” ke keadaan “aktual”.
Fuad Hasan menyatakan: “Manusia adalah mkhluk yang bertentangan antara “potensi” dan “aktualisasi”. Di antara dua kutub itu bertentangan upaya pendidikan. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa pendidikan berperan mengembangkan yaitu menghidup suburkan potensi-potensi “kebaikan” dan sebaliknya mengerdilkan potensi-potensi “kejahatan”.
Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan menerima kenyataan, berpendirian, rasa bebas yang bertanggung jawab, kejujuran, toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan bekerja sama, menerima melaksanakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain, dan seterusnya.
Di sini jelas betapa urgennya peranan pendidikan itu yang memungkinkan berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani, sehingga manusi menjadi sumber daya atau modal utama pembangunan manusiawi.
Manusia di pandang sebagai “subjek” pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya menggarap lingkungannya secara dinamis, dan kreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial/spritual. Perekayasaan terhadap lingkungan ini lazim di sebut pembangunan.
Jadi pendidikan mengarah ke dalam diri manusia, sedang pembangunan mengarah keluar yaitu kelingkungan sekitar manusia.
Jika pendidikan dan pembangunan dilihat sebagai suatu garis proses, maka keduanya merupakan suatu garis yang terletak kantinu yang saling mengisi. Proses pendidikan pada satu garis menempatkan manusia sebagai titik awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan, yaitu pembangunan yang dapat memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai makhluk. Bahwa hasil pendidikan itu menunjang hasil pembangunan, juga dapat dilihat korelasinya dengan meningkatkan kondisi sosial ekonomi peserta didik yang mengalami pendidikan.
Kiranya jelas bahwa hasil pendidikan dapat menunjang pembangunan dan sebaliknya hasil pembangunan dapat menunjang usaha pendidikan. Jelasnya, suatu masyarakat yang makmur tentu lebih dapat membiayai penyelenggaraan pendidikannya ke arah yang lebih bermutu.
Uraian di atas menunjukkan “status” pendidikan dan pembangunan masing-masing dalam esensi pembangunan serta antar keduanya.
1.      Pendidikan merupakan usaha ke dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri manusia.
2.      Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana, dan seterusnya).   


B.                 Sumbangan Pendidikan pada Pembangunan
Jika ditilik secara seksama tidak dapat dipungkiri bahwa andil yang diberikan oleh pendidikan pada pembangunan sungguh-sungguh sangat besar. Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada beberapa segi:
a)                  Segi sasaran.
b)                  Segi lingkungan.
c)                  Segi jenjang pendidikan.
d)                 Segi pembidangan kerja atau sektor kehidupan.

1.                   Segi Sasaran Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia pendidikan adalah terwujudnya citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan manusiawi.

2.                  Segi Lingkungan Pendidikan
Klasifikasi ini menunjukkan peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem. Lingkungan keluarga (pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan formal), lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam system pendidikan pra-jabatan dan dalam jabatan.
1)         Lingkungan Keluarga
Di dalam keluarga anak di latih berbagai kebiasaan baik tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan, moral, dan hal-hal yang bersifat religius. Kebiasaan baik dan keyakinan-keyakinan penting yang mendarah daging merupakan landasan yang sangat diperlukan untuk pembangunan.
2)         Lingkungan Sekolah
Di lingkungan sekolah (pendidikan formal), peserta didik dibimbing untuk memperluasbekal berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bekal yang dimaksud  baik berupa bekal dasar maupun bekal lanjutan. Kedua macam bekal tersebut dipersiapkan secara formal dan berguna sebagai sarana penunjang pembangunan di berbagai bidang.
3)         Lingkungan Masyarakat
Di lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan, khususnya merekan yang tidak sempat melanjutkan proses belajarnya melalui jalur formal. Pada masyarakat kita (sebagai masyarakat yang berkembang), sistem pendidikan nonformal mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini bertalian erat dengan semakin berkembangnya sektor swasta yang menunjang pembangunan. Hal demikian dapat dipandang sebagai upaya untuk menciptakan kestabilan nasional.
   
3.                  Segi Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan dimulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah (SM), dan pendidikan tinggi (PT) yang dapat memberikan bekal kepada para peserta didik secara bersinambungan. Pendidikan dasar merupakan basic education yang memberikan bekal dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan pada tingkat menengah memberikan dua macam bekal yaitu memb ekali peserta didik yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja bagi peserta didik yang tidak melanjutkan sekolah (SMTA). Pendidikan tinggi (PT) memberikan bekal kerja keahlian menurut bidang tertentu.
4.         Segi Pembidangan Kerja Atau Sektor Kehidupan
            Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi antara lain: bidang ekonomi, hukum, social politik, keuangan, perhubungan, dan komunikasi, pertanian, pertambangan, pertanahan, dan lain – lain. Pembangunan sektor kerja tersebut dapat diartikan sebagai aktivitas, pembinaan, pengembangan, dan pengisian bidang – bidang kerja tersebut agar dapat memenuhi hajat hidup warga Negara sebagai suatu bangsa sehingga tetap jaya dalam kancah kehidupan antara bangsa – bangsa di dunia.
            Sumbangan pendidikan pada pembangunan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pada langkah pertama, pendidikan menyiapkan manusia sebagai sumber daya pembangunan.
2.      Pada instansi terakhir, manusialah yang menjadi kunci pembangunan.
3.      Pendidik memegang peranan penting karena merekalah yang menciptakan manusia pencipta pembangunan.
C.    Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya ( cultureel nasional ) dan ditunjukkan untuk keperluan peri-kehidupan atau ( maatschap pelijk) yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama- sama dengan lain- lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.
Pada bagian ini akan dikemukakan dua hal, yaitu:
1.      Mengapa sistem pendidikan harus dibangun.
2.      Wujud pembangunan sistem pendidikan.
1.      Mengapa Sistem Pendidikan Harus Dibangun
Setiap pendidikan selau berurusan dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (demikian menurut Langeveld). Bayi hanya akan menjadi manusia jika melalui pendidikan. Sedangkan manusia adalah satu-satunya makhluk yang dikaruniai potensi untuk selalu menyempurnakan diri. Padahal kesempurnaan itu sendiri adalah suatu kondisi yang  tak akan kunjung dapat dicapai oleh manusia.
Adalah logis jika sistem pendidikan yang merupakan sarana bagi manusia untuk mengantarkan dirinya menuju kepada kesempurnaan yang perlu juga disempurnakan.
Di samping itu, pengalaman manusia juga berkembang. Itulah sebabnya mengapa sistem pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka-teki mengenai dirinya, juga selalu disempunakan.
Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu sistem pendidikan harus berubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai an agent of social change (agen perubahan sosial) tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga kependidikannya mau tidak mau harus disesuaikan dengan tuntunan baru tersebut.
2.      Wujud Pembangunan Sistem Pendidikan
Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lainbertalian erat, yaitu:
Ø  Aspek filosofis dan keilmuan
Ø  Aspek yuridis atau perundang-undangan.
Ø  Struktur
Ø  Kurikulum yang meliputi materi, metodologi, pendekatan, orientasi.

a)                  Hubungan Antar Aspek-Aspek
Aspek filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi butir-butir yang lain, karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang lain. Artinya, struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain yang itu harus mengacu kepada aspek filosofis, aspek keilmuan, dan aspek yuridis.
Meskipun aspek filosofis itu menjadi landasan tetapi tidak harus diartikan bahwa setiap terjadi perubahan filosofis dan yuridis harus diikuti dengan perubahan aspek-aspek yang lain itu secara total.
b)                 Aspek Filosofis Keilmuan
Aspek filosofis berupa penggarapan tujuan nasional pendidikan. Rumusan tujuan nasional yang tentunya memberikan peluang bagi pengembangan sifat hakikat manusia yang bersifat kodrati yang berarti pula bersifat wajar.
Kecuali filsafat, segi keilmuan juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh filsafat itu, sistem pendidikan memerlukan tunjangan dari teori keilmuan.
Jika struktur pendidikan dan kurikulum diubah dengan maksud agar lebih berdaya guna untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu ditopang dengan teori-teori yang handal.pendidikan yang sehat harus merupakan titik temu antara "teori" dan "praktek", demikian kata J.H. Gunning, "Theorie zonder praktijk is voor genieen, praktijk zonder theorie is voor gekken en schurken". Teori tanpa praktek hanya cocok bagi orang-orang pintar, sedangkan praktek tanpa teori hanya terdapat pada orang gila. (M.J. Langeveld 1965:18)
Dalam sejarah keilmuan di bidang pendidikan bermunculan karya yang mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan antara lain "Beknopte Theoretische Paedagogiek" karya M.J. Langveld, yang pada tahun 1955 sudah lima kali dicetak.
Ph. Kohnstamin di dalam tulisannya yang berjudul "Persoolijkheid in wording" (pembentukan kepribadian) terdapat dalam Schepper en Scheppimg (sang pencipta dan ciptaannya) menggambarkan bagaimana kepribadian yang religiusitu harus dibentuk.
c)                  Aspek Yuridis
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum pendidikan sifatnya relative tetap. Hal ini dimungkinkan oleh karena UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas. Beberapa pasal melandasi pendidikan, baik yang sifatnya eksplisit (Pasal 31 ayat (1) dan (2); Pasal 32 ) maupun yang implicit (Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 34).
Tetapi kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru, khususnya kebutuhan akan penyempurnaan system pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru tersebut.
Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 yang kemudian dikukuhkan kembali sebagai Undang-Undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 setelah berlangsung 20 tahun atau sekitar empat pelita, mulai terasa kurang sesuai lagi untuk digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian setelah berlangsung 35 tahun, tepatnya bulan mei 1989 barulah berhasil diterbitkan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. UU RI No. 2 Tahun 1989 itu telah mengalami penyempurnaan dalam banyak hal:
a). Isi UU RI No. 20 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional (SPN) lebih komprehensif, dalam arti bahwa UU No. 2 Tahun 1989 ini mencakup semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
b). Sifat UU RI No. 2 Tahun1989 lebih fleksibel. dp. UU No. 4/1950 dan UU No. 22/61. Fleksibilitas ini terlihat dalam hal-hal seperti:
(1). Masih memberi peluang untuk dilengkapi dengan peraturan- peraturan pemerintah dan keputusan menteri.
(2).   Adanya badan pertimbangan pendidikan nasional (Bab XIV, pasal 48 )
(3). Adanya tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga dalam menyelenggarakan pendidikan.
c). Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tidak hanya bersifat mengatur (seperti UU pendidikan yang lalu), tetapi juga memiliki kekuatan hukum yang bersifat memaksa.
d). UU No. 2 Tahun 1989 lebih memperhatikan prospek masa depan. UU tersebut bersikap terbuka dalam mengantisipasi perkembangan masa depan, yang diungkapkan dalam hal-hal berikut ini:
(1). Adanya tenaga kependidikan yang beraneka ragamdisamping guru (Bab VII, Pasal 27)
(2). Adanya keharusan bagi setiap satuan pendidikamuntuk menyediakan dan memanfaatkan sumber belajar (Bab VII, Pasal 35)
(3). Adanya pernyataan bahwa kurikulum harus menggunakan pendekatan kompetensi (competency based curriculum) dan memberikan tempat pada pengembangan sains dan teknologi.
d).     Aspek Struktur
Aspek ini berperan pada upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencakup jenjang dan pendidikan, lama waktu jenjang belajar dari jenjang satu kejenjang yang lain, sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.
Terjadinya perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dapat disebut antara lain :
Pendidikan guru pada zaman penjajahan Belanda yang disebut CVO(Cursus voor Volks-Onderwijs) dengan lama studi 2 sesudah sekolah rakyat  (SR) 5 tahun, Normal School, yang lama studinya 4 tahun sesudah SR 5 tahun, setara dngan SGB (Sekolah Guru Bawah)
Kemudian karena tamatan SPG(nama baru dari SGA) dipandang tidak lagi berkelayakan untuk mengajar di SD, maka pada tahun 1990 SPG  dihapuskan dan diganti dengan PGSD(Pendidikan guru sekolah dasar) yang setara dengan D2(Diploma 2), bertaraf akademis dengan masa studi 2 tahun sesudah  SLTA.
Sedangkan untuk  mengajar SLTP dan SLTA sejak tahun 1954 dipersiapkan PTPG( Perguruan Tinggi Pendidikan Guru) yang kemudian berubah menjadi FKIP (FakultasKeguruan dan Ilmu  Pendidikan) dengan lama studinya 3 tahun (Sarjana Muda) plus 2 tahun (Sarjana Lengkap).
Pada tahun 1970-an LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)  yang sebelumnya lama studinya 5 tahun diredusir menjadi hanya 4 tahun dengan sebutan Strata  satu (S1), kemudian lahirlah program S2 (Megister) dan S3 (Doktor Kependidikan).
e).    Aspek Kurikulum
Kurikulum merupakan sarana pencapaian tujuan. Jika tujuan kurikuler berubah, maka kurikulum berubah pula. Perubahan yang dimaksud mungkin mengenai materinya, orientasinya, pendekatan ataupun metodenya. Kurikulum  dalam sistem pendidikan  persekolahan di negara kita telah mengalami penyempurnaan-pemyempurnaan dalam perjalannya.
            Kurikulum pada Pra-universitas secara keseluruhan dibenahi sehingga lahir kurikulum 1968. Tetapi kurikulum ini dianggap belum memeberikan rambu-rambu yang jelas, baik orientasi maupun pendekatan kurikulumnya. Menjelang tahun 1990 dilenglkapi dengan muatan lokal dalam kurikulum, yang berlatar belakang  pada  tauatan  sosial kultural  dari derap pembanganan.
Dari uraian diatas, terlihat betpa perlunya sistempendidikan itu selalu  disempurnakan, khususnya dari segi kurikulumnya.

PUSTAKA :
Tirtarahardja, Umar dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Wahyudin, H. Dinn dkk. 2004. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
Ahmadi, Abu dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

0 komentar:

Posting Komentar